Selasa, 01 Desember 2009

Shalat Sunnah VS Shalat Bid'ah

Abu Ubaidah

Datangnya pembahasan ini karena pertanyaan salah seorang pembaca Al-Fur’qon, saudara Muhammad Zaid dari Kota Bumi Lampung tentang status beberapa shalat berikut, adakah dalil yang menguatkannya ataukah tidak?
1. Shalat Tahajjud
2. Shalat Istikharah
3. Shalat Dhuha
4. Shalat Hajat
5. Shalat Tasbih
6. Shalat Taubat
7. Shalat penebus dosa
8. Shalat Birrul Walidain
9. Shalat Rahmat.
Dengan memohon pertolongan kepada Allah, saya akan jelaskan status shalat-shalat tersebut sebatas ilmu yang telah Allah berikan kepada saya. Apabila benar, semua itu datangnya dari Allah dan apabila salah itu karena kemiskinan saya tentang ilmu yang mulia ini dan saya siap menerima nasehat, kritikan dan ruju’ (kembali) kepada kebenaran. Maka saya katakan:

A. SHALAT TAHAJJUD
B.SHALAT ISTIKHARAH
Shalat Istikharah hukumnya sunnah berdasarkan hadits berikut:
Dari Jabir bin Abdillah berkata: Rasulullah mengajari kami istkharah dalam segala urusan seperti mengajari surat dalam Al-Qur’an; Apabila seorang diantara kalian mempunyai urusan maka hendaknya melakukan shalat dua rakaat selian shalat wajib kemudian berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ أَوْ قَالَ فِيْ عَاجِلِ أَمْرِيْ وآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِي دِيْنِيْ وَمعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ أَوْ قَالَ فِيْ عَاجِلِ أَمْرِيْ وآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kekuatan kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu, aku memohon karunia-Mu yang besar. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa sementara aku tidak kuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahawa perkara ini baik bagiku, bagi agamaku, bagi hidupku dan baik akibatnya terhadap diriku (atau ia katakan: Baik bagiku di dunia dan akhirat) maka tetapkanlah dan mudahkanlah bagiku. Dan jika Engkau tahu bahwa perkara ini buruk bagiku, bagi agamaku, hidupku serta bagi akibatnya terhadap diriku (atau ia katakan: buruk bagiku di dunia maupun akhirat), maka jauhkanlah perkara ini dariku dan jauhkahlah diriku darinya, tetapkahlah kebaikan untukku di mana saja aku berada, kemudian jadikanlah diriku ridlo menerimanya”. Lalu Rasulullah  bersabda: “Lalu silakan ia menyebut kepentingannya”.
a. Takhrij hadits
SHAHIH. Diriwayatkan Bukhari dalam Shahihnya (1162,6382,7390) dan Adabul Mufrad (703), Abu Daud (1538), Tirmidzi (480), Nasa’I (3251), Ibnu Majah (1383), Ahmad (3/244), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (421), Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wa Lailah (601), Baihaqi dalam Sunan Kubra (3/52) dan Baghawi dalam Syarh Sunnah (4/153-154). Imam Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih gharib”.

b. Fikih hadits
1. Shalat Istikharah artinya shalat memohon kemantapan untuk urusan yang terbaik bagi dirinya.
2. Shalat Istikharah hukumnya sunnah.
3. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Al-Kalimu Thayyib hal…: “Tidaklah menyesal orang yang memohon kemantapan kepada Allah dan bermusyawarah kepada manusia lalu dia mantap tenang dalam urusannya karena Allah berfirman: (Ali Imran: 159)
Qotadah berkata: “Tidaklah suatu kaum melakukan musyawarah karena ingin mencari wajah Allah kecuali mereka akan diberi hidayah kepada jalan yang terbaik”. Perkataan ini juga dinukil oleh imam Ibnu Qoyyim dalam Al-Wabilus Shaib hal. 235.
4. Shalat Istikharah sebanyak dua rakaat.
5. Doa shalat Istikharah dibaca ketika selesai shalat bukan dalam shalat.
6. Tidak ada bacaan surat yang khusus dalam shalat Istikharah.
7. Tidak boleh menanti mimpi terlebih dahulu.
8. Boleh mengulangi shalat Istikharah apabila belum menemukan kemantapan. (Periksa Fathul Bari (11/183-187) karya Ibnu Hajar, Al-Adzkar hal. 101 karya Nawawi, Zadul Ma’ad , Al-Qoulul Mubin).

C. SHALAT HAJAT
Shalat Hajat hukumnya sunnah berdasarkan hadits berikut:
Dari Utsman bin Hunaif bahwasanya ada seorang laki-laki buta pernah datang kepada Nabi seraya berkata: Berdoalah kepada untukku agar Allah menyembuhkanku! Nabi bersabda: Manakah yang engkau lebih suka; saya menundanya dan itu lebih baik bagimu atau aku berdo’a untukmu? Lelaki itu menjawab: Berdo’alah. Maka Nabi memerintahkannya supaya berwudhu dengan sempurna dan shalat dua rakaat lalu berdo’a dengan do’a ini: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta dan memohon kepadamu dengan Muhammad, Nabi rahmat……………….
a. Takhrij hadits
SHAHIH. Diriwayatkan Tirmidzi (3578), Ibnu Majah (1384), Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya (1219) dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1221).
Abu Ishaq berkata: Hadits ini shahih.
Tirmidzi berkata: Hadits ini hasan shahih gharib.
b. Fikih hadits
1. Disyari’atkannya shalat hajat. Imam Ibnu Majah mencantumkan hadits ini dalam “Bab penjelasan tentang shalat Hajat”. Demikian juga Imam Nawawi dalam Al-Adzkar hal. 157 dan imam Al-Haitsami dalam Majma’ Zawaid (2/565).
2. Shalat Hajat sebanyak dua rakaat.
3.

F. SHALAT TASBIH
4. Shalat Tasbih hukumnya sunnah berdasarkan hadits berikut:



a. Takhrij hadits
HASAN. Diriwayatkan Abu Daud (1297), Ibnu Majah (1387), Ibnu Huzaimah (1216), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1233), Baihaqi dalam Sunan Kubra (3/51-52), Daruqutni sebagaimana dalam Al-Mudhu’at (1/144) karya Ibnul Jauzi, Thabrani dalam Al-Aushat sebagaimana dalam Majma’ Zawaid (2/580) karya Al-Haitsami, Hasan bin Ali Al-Ya’mari dalam Amalul Yaum wal Lailah dan Al-Mizzi dalam Tahdzib Kamal (18/487) dari jalan Musa bin Abdul Aziz dari Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas.
Ibnu Huzaimah berkata: “Bila benar hadits ini shahih, karena dalam hati terdapat keganjalan terhadap sanad ini”!
Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata dalam Al-Khishal Mukaffirah tentang sanad ini: “Para perawi sanad hadits ini tidak mengapa dengan mereka. Ikrimah dijadikan hujjah oleh Bukhari, Hakam bin Aban shaduq (hasan hadits), Musa bin Abdul Aziz dikatakan Ibnu Ma’in dan Nasa’I: “Menurutku dia (Musa bin Abdul Aziz) tidak mengapa”.
Al-Hafidh juga berkata dalam Nataijul Afkar tentang sanad hadits ini: “Sanad hadits ini hasan”.
Hadits ini memiliki syawahid (penguat) yang sangat banyak sekali, orang yang menelitinya niscaya akan menegaskan keabsahan hadits ini. Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata: “ Telah terkumpul sejumlah jalan riwayat padaku tentang hadits shalat tasbih dari para sahabat secara bersambung dan dari para tabi’in secara mursal (tabi’in langsung kepada Nabi). Adapun riwayat secara maushul (bersambung) dari Abdullah bin Abbas, Andullah bin Amr’, Fadhl bin Abbas, Abu Rafi’, Abdullah bin Umar bin Khattab, Abbas bin Abdul Muthallib, Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Abi Thalib, Abdullah bin Ja’far, Ummu Salamah dan seorang dari Anshar. Adapun hadits secara mursal dari Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi, Abul Jauza’, Mujahid, Ismail bin Rafi’, Urwah bin Ruwaim”. (Lihat Ajwibah Al-Hafidh ‘an Ahadits Mashabih yang tercetak diakhir Miskah Masabih 3/1779-1782).
b. Para ulama yang menshahihkan hadits shalat tasbih
Berikut ini akan saya turunkan nama-nama para ulama’ ahli hadits yang mensahahihkan hadits tentang shalat tasbih ini agar kita merasa tentram dan yakin:
1. Al-Hafidh Al-Mundziri dalam At-Targhib wa Tarhib (1/239): “Hadits ini diriwayatkan dari jalan yang banyak sekali dari sejumlah sahabat tetapi yang terbaik adalah hadits Ikrimah ini. Hadits ini telah dishahihkan oleh mayoritas ulama’ diantaranya Al-Hafidh Abu Bakar Al-Ajurry, guru kami Abu Muhammad Abdur Rahim Al-Mishri, guru kami Al-Hafidh Abu Hasan Al-Maqdisi -semoga Allah merahmati mereka-. Abu Bakar bin Abu Daud berkata: Saya mendengar ayahku mengatakan: “Tidak ada hadits tentang shalat tasbih yang shahih kecuali ini”. Muslim bin Hajjaj berkata: “Tidak diriwayatkan dalam hadits ini sanad yang lebih baik daripada ini yakni sanad hadits Ikrimah dari Ibnu Abbas”.
2. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Nataijul Afkar: “Termasuk ulama yang mensahihkan atau menghasankan hadits shalat tasbih adalah Ibnu Mandah, Al-Ajurry, Al-Khatib Al-Baghdadi, Abu Sa’ad As-Sam’ani, Abu Musa Al-Madini, Abul Hasan bin Mufadhal, Al-Mundziri, Ibnu Shalah, Nawawi dalam Tahdzib Asma’ wa Lughat, As-Subuki dan lain-lain. Abu Mansur Ad-Dailami berkata: “Shalat tasbih adalah shalat yang paling masyhur dan paling shahih sandanya”. (Lihat kitab Al-Atsarul Marfu’ah hal. 130-131 oleh Abdul Hayyi Al-Laknawi).
3. Imam Shuyuti menceritakan dalam kitabnya Al-Alai Al-Masnu’ah (2/23) bahwa Al-Hafidh Shalahuddin Al-Ala’I, Syeikh Sirajuddin Al-Bulqini dan Az-Zarkasyi juga menshahihkan hadits shalat tasbih serta menyalahkan ulama yang melemahkannya.
Pendapat ini juga diikuti oleh para ulama ahli hadits mutaakhirin seperti Abdul Hayyi Al-Laknawi dalam Al-Atsarul Marfu’ah hal. 137, As-Sindi dalam Hasyiyah Sunan Ibnu Majah, Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (2/490), Syeikh Ahmad Syakir dalam Ta’liq Sunan Tirmidzi (2/352) dan Syeikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam Al-Miskah (1/419).
Bahkan banyak diantara para ulama yang menulis buku khusus membahas keabsahan hadits shalat tasbih seperti Imam Daruqutni, Al-Khatib Al-Baghdadi, Abu Musa Al-Madini, Ibnu Mandah, Ibnu Nasirudin Ad-Dimasyqy, Ibnu Hajar dan Shuyuti.
Fikih hadits:
1. Derajat hadits shalat tasbih adalah hasan atau shahih sehingga dapat dijadikan hujjah.
2. Shalat tasbih hukumnya sunnah.
3. Shalat tasbih empat rakaat.
4.
5. Waktu utama melakukan shalat tasbih adalah setelah tergelincirnya matahari. (Periksalah Al-Atsarul Marfu’ah karya Syeikh Abdul Hayyi Al-Laknawi, Tuhfatul Ahwadzi (2/491), Aunul Ma’bud (4/124-127).

G. SHALAT TAUBAT
Shalat Taubat hukumnya sunnah. Saya telah memabahasnya dalam Majalah Al-Fur’qon edisi 7 Th.11/Shafar 1424H. Silahkan lihat kembali.

H. SHALAT PENEBUS DOSA
Shalat penebus dosa masih belum jelas bagi saya. Apabila yang dimaksud adalah nama lain dari shalat taubat maka jawabannya seperti di atas tadi yaitu sunnah tetapi bila tidak demikian adanya, maka perlu dijelaskan oleh penanya tentang maksud dan sifat shalat ini.

I. SHALAT BIRRUL WALIDAIN
7. Shalat termasuk ibadah yang tidak dapat ditegaskan kecuali berdasarkan dalil yang shahih. Dan sepanjang ilmu saya tidak ada dalil yang menunjukkan shalat birrul walidain sekalipun Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua) termasuk perintah wajib dalam agama Islam. Barangkali ada yang berdalil dengan hadits berikut:

Dari Abu Usaid, Malik bin Rabi’ah As-Sa’idiy berkata: “Tatkala kami sedang duduk-duduk bersama Nabi tiba-tiba datang seorang laki-laki dari Bani Salimah seraya berkata: “Wahai Rasulullah, adakah kebaikan yang dapat saya lakukan untuk kedua orang tua saya setelah keduanya meninggal dunia? Beliau menjawab: “Ya, shalat (doa) untuk keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, menyambung tali persaudaraan keduanya dan memuliakan handai taulan kedua orang tua”.
Saya jawab:
Pertama: Hadits ini dha’if (lemah). Diriwayatkan Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (35), Abu Daud (5142), Ibnu Majah (3664), Ahmad (3/497, 498), Ibnu Hibban (418) dari jalan Abdur Rahman bin Sulaiman dari Asid bin Ali bin Ubaid As-Sa’idiy dari ayahnya (Ali bin Ubaid) dari Malik bin Rabi’ah.
Sanad hadits ini dha’if disebabkan Ali bin Ubaid As-Sa’idyi, dia seorang rawi yang majhul (tak dikenal).

J. SHALAT RAHMAT

0 komentar:

Posting Komentar

Saran dan Komentar anda sangat kami harapkan...